Untuk itu, PBB menghimbau agar seluruh negara bekerja sama meningkatkan kewaspadaan. "Mereka lebih taktis, lebih strategis, sekaligus lebih berbahaya," kata Kepala Satuan Tugas Persatuan Bangsa-Bangsa untuk Menangkal Aksi Terorisme (CTITF), Jean-Paul Laborde.
Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ansyaad Mbai, dalam diskusi 'Halaqah Penanggulangan Teroris' di Gedung MUI, Jl. Proklamasi, Jakarta, Sabtu (6/11) menyatakan, terorisme adalah kejahatan bermotif ideologi radikal. Pendekatan fisik semata tidak menyelesaikan suatu gerakan ideologis. Selama ideologi radikal mereka tidak bisa dinetralisir, selama itu pula mereka terus melakukan aksi.
Ansyaad mensinyalir penanaman pemahaman radikalisasi sering terjadi di kalangan pelajar dan mahasiswa. Salah satunya di pondok-pondok pasantren dan kampus-kampus favorit. Menurut Ansyaad, para pengelola kampus telah meminta bantuan kepada BNPT, karena mereka merasa sudah banyak mahasiswa yang menjadi korban.
Sedangkan Ketua Tim Penanggulan Terorisme MUI, Ma'aruf Amin, dalam kesempatan yang sama mengatakan, salah satu akar lahirnya terorisme dan radikalisme karena adanya pemahaman yang salah tentang teks dasar Islam, yaitu Alquran dan Hadits. Teks Islam dipahami secara serampangan, sehingga memunculkan perilaku yang salah dan jauh dari nilai Islam.
Sejumlah pernyataan tersebut di atas mengharuskan kita untuk tetap waspada. Terorisme kian jelas menjadi momok bagi peradaban modern.
Dari realitas yang ada akhir-akhir ini, sifat tindakan, pelaku, tujuan strategis, motivasi, hasil yang diharapkan serta dicapai, target-target serta metode terorisme kini semakin luas dan bervariasi. Sehingga semakin jelas bahwa teror bukan merupakan bentuk kejahatan kekerasan destruktif biasa, melainkan sudah merupakan kejahatan terhadap perdamaian dan keamanan umat manusia.
Waspada.co.id
